Rabu, 26 Maret 2014

Menertawakan Yesus

Matius 9:18, 23-24
Sementara Yesus berbicara demikian kepada mereka, datanglah seorang kepala rumah ibadat, lalu menyembah Dia dan berkata: "Anakku perempuan baru saja meninggal, tetapi datanglah dan letakkanlah tangan-Mu atasnya, maka ia akan hidup."
...Ketika Yesus tiba di rumah kepala rumah ibadat itu dan melihat peniup-peniup seruling dan orang banyak ribut, berkatalah Ia: "Pergilah, karena anak ini tidak mati, tetapi tidur." Tetapi mereka menertawakan Dia.

...
Menertawakan Tuhan Yesus, mungkin bagi kita adalah sebuah tindakan yang kurang ajar.  Bagaimana mungkin orang2 tsb menertawakan Dia yang adalah Tuhan? Konyol. Namun kita mungkin terlalu percaya diri, dan bagaimana jika seandainya kita ada dalam posisi orang2 itu?  Belum tentu kita pun tidak mentertawakan Yesus.  Kasusnya adalah kematian, maut!  Siapa yang bisa membangkitkan orang mati? Sementara itu muncul seseorang yang mengaku bahwa sang anak ini bukanlah mati, melainkan tertidur.  Bukankah hal ini terdengar "konyol?"  Ini adalah respon yang sangat wajar, bahkan mungkin saja jika kita di sana, kita pun menertawakan Dia.

Zaman ini pun banyak orang sedang "menertawakan" Tuhan Yesus.  Mereka menertawakan ajaran-Nya, "gak mungkin hidup suci di dunia ini!" Atau mungkin dengan cara yang demikian, "Yesus? gak zaman lagi ngomongin tuhan2an!"  Dengan kata lain, mereka menyangkali otoritas Yesus sebagai Tuhan.

Teman, tak jarang di dalam hidup ini kita pun demikian. Kita mungkin mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan, namun pada kenyataannya pengakuan itu hanya sebatas tahu dan untung2an kalau sampai yakin.  Namun Kita jarang sekali menyerahkan diri (pikiran, kehendak, dan perbuatan) kepada Dia.  Apa yang Alkitab katakan, kita anggap sebagai sederet aturan agama, yang tidak relevan bagi kita.  Hal itu hanya bisa dijalankan oleh mereka yang "suci," atau secara sederhana, kita anggap "freak."  Kita lebih menjunjung pikiran kita, dan juga nilai2 hidup yang kita pegang selama ini, tanpa mengizinkannya tergantikan oleh sebuah kepercayaan penuh kepada Allah.  Padahal, percaya penuh kepada Allah berarti mengizinkan setiap nilai dan kehendak-Nya untuk menggantikan nilai2 hidup kita.  Namun, kita lebih suka menegosiasikannya.

Teman, bukankah kita lebih sering menertawakan Dia? Di gereja kita hadir, namun jiwa dan pikiran kita tidak kita tundukkan pada-Nya. Lantas di luar kehidupan gereja, kita menyangkal-Nya dengan hidup "semau gue."  Kita sementara memandang rendah Sang Pencipta.  Ketika menghadapi masalah, kita mungkin berdoa.  Namun setelah berdoa, kita lantas berkutat dan bertindak sesuai dengan idealisme kita.  Kita menyangkali kuasa dan rencana Tuhan.  Bukankah kita sedang menertawakan Dia?

Lantas bagaimana dengan hidupmu akhir2 ini, apakah engkau sedang menertawakan Dia?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar