Rabu, 19 Agustus 2009

Sobekan Kecil

Beberapa waktu yang lalu saya bersama dengan anak-anak se-MasTa di SAAT merayakan kedatangan rekan-rekan yang baru saja pulang dari liburan. Seperti biasa kami larut dalam keceriaan dan sukacita persekutuan bersama teman-teman yang telah lama tidak bersama-sama dengan kami. Ada Ce Merry yang kembali dari cuti satu semesternya, ada juga Cong Davit yang kembali dari cuti karena urusan keluarganya. Puji Tuhan kami bisa bersama-sama diproses kembali sebagai sebuah kesatuan masta M-VIII-1 (2008) di SAAT. Sekalipun sebenarnya saya sendiri beserta beberapa teman lain terdaftar sebagai angkatan “susulan”, tapi tak apa lah... Ntar aja lain kali kutulis unek-unek sebagai masta “tak jelas”...

Ketika larut dalam perayaan itu, terutama dalam sukacita melimpah karena oleh-oleh yang melimpah dari teman-teman, ada satu teman yang meminta tolong kepada saya untuk membukakan salah satu oleh-oleh. Ketika saya menyobek kemasannya, tidak seperti biasa saya akhirnya meninggalkan sobekan kecil kemasannya di tempat duduk kami sepanjang taman SAAT itu. Singkat cerita perayaan tersebut berakhir dan saya bermaksud untuk segera beranjak meninggalkan tempat duduk saya tadi. Letih, kedinginan dan kerinduan yang mendalam akan tempat tidur saya memaksa saya untuk cepat-cepat beranjak, namun setelah beberapa langkah saya teringat akan bekas sobekan kecil di tempat duduk tadi yang notabene telah menjadi sampah. Faktanya adalah saya menjadi terdiam sejenak, bergumul untuk kembali mengambil sampah tersebut atau meninggalkannya begitu saja. Jika saya meninggalkannya, toh akan ada orang lain, paling tidak cleaning service yang akan memungutnya, lagipula rayuan tempat tidur saya begitu menggoda. Saat itu saya hampir saja memilih untuk meninggalkannya, namun akhirnya saya berkata "tunggu" pada rayuan itu.

Saya kemudian menyadari bahwa posisi saya tersebut seringkali menggambarkan fenomena yang Yesus tekankan dalam salah satu prinsip kepemimpinan. Setia dalam perkara kecil. Saya menyadari bahwa sering sekali saya mengabaikan hal-hal yang nampaknya begitu kecil dan tidak signifikan dalam kehidupan ini. Namun sebenarnya tindakan kita yang kecil-kecil itulah yang sebenarnya paling sedikit menggambarkan karakter kita. Ada pepatah yang berkata kurang lebih seperti ini: sedikit-sedikit menjadi gunung. Saya pikir ada benarnya, kehidupan kita sering diperhadapkan dengan kejadian kecil, malah lebih banyak kejadian kecil daripada kejadian yang besar. Tentu perilaku-perilaku kecil yang kita tunjukkan dalam menghadapi peristiwa itu akhirnya menjadi sebuah perilaku dominan yang terjadi banyak kali dalam kehidupan kita. Bukankah hal ini yang seringkali menjadi makanan sehari-hari kita?

Sobekan kemasan yang telah menjadi sampah itu telah memberikan pelajaran yang berharga bagi saya. Bagaimana dengan Anda?